Apa Betul Bisnis VSI tidak Sesuai Syariah?
Judul tersebut sengaja saya angkat karena bisnis VSI saat ini tengah
menjadi salah satu topik terhangat di dunia maya, khususnya social
media. Ini tidak lain karena melibatkan salah seorang ustadz yang cukup
ternama di negeri ini, yaitu Ustadz Yusuf Mansur. Dari hasil observasi
yang saya lakukan, kelihatannya opini yang berseliweran di dunia maya
ini agak kurang berimbang, terutama antara yang pro dengan yang kontra.
Salah satu isu yang menonjol dan mengundang perdebatan yang sangat
intensif adalah : apakah bisnis VSI ini sesuai syariah atau tidak?
Untuk itu, saya mencoba menganalisis secara obyektif tentang bisnis
VSI dari perspektif ekonomi syariah. Tentu tanpa bermaksud mendahului
proses di DSN MUI, yang memiliki otoritas mengeluarkan sertifikasi halal
bisnis. Ustadz Yusuf Mansur pernah mengatakan bahwa proses pengajuan ke
DSN MUI sudah dilakukan, tinggal sekarang menunggu proses berikutnya.
Sambil menunggu proses di DSN, saya mencoba mengidentifikasi beberapa
hal pokok yang menjadi sumber perdebatan selama ini.
Isu 1: Core business VSI
Isu ini perlu diangkat karena saya melihat adanya bias terhadap
bisnis utama VSI ini, dan secara syariah, core business ini menentukan
apakah bisnis VSI ini melanggar syariah atau tidak. Kalau kita lihat
secara mendalam, bisnis utama VSI adalah payment technology. Adapun
habbatus sauda dan buku, menurut saya itu hanyalah pelengkap dari paket
penjualan. Intinya, bisnis aplikasi software untuk pembayaran. Secara
syariah, tentu bisnis ini tidak ada masalah. Peruntukannya jelas, yaitu
untuk membantu kita melakukan sejumlah transaksi yang biasa kita lakukan
sehari-hari, seperti bayar pulsa, listrik, dan lain-lain.
Yang dipermasalahkan adalah, kenapa harga aplikasi ini sampai
mencapai angka Rp 275 ribu? Sementara banyak aplikasi lain yang gratis.
Ini dianggap mengundang “kecurigaan” bahwa uangnya akan dipakai dalam
skema yang mengarah kepada money game. Dan kita sama-sama tahu kalau
money game itu tidak sesuai syariah.
Terhadap isu ini, jawaban saya sederhana. Pertama, adalah tidak fair
kalau kita membandingkan aplikasi VPay ini dengan aplikasi gratisan yang
tersedia di internet. Mestinya kalau mau membandingkan, bandingkan
dengan aplikasi lain yang sejenis agar apple to apple, seperti mobile
banking suatu bank atau teknologi paypal. Tidak mungkin seseorang bisa
menggunakan aplikasi mobile banking kalau ia tidak menjadi nasabah di
bank tersebut, dimana ia harus membuka akun dengan nominal tertentu.
Intinya, jadi nasabah dulu, baru bisa memanfaatkan layanannya. Demikian
pula dengan teknologi paypal yang tidak gratis.
Kedua, sah-sah saja secara syariah, sebuah perusahaan menjual produk
pada tingkat harga tertentu. Adalah hak VSI untuk menjual teknologi Vpay
pada level harga berapapun, baik Rp 275 ribu, lebih kecil dari Rp 275
ribu, maupun lebih besar dari angka tersebut. Sama seperti orang jualan
bakso, kenapa harga bisa berbeda antara warung bakso satu dengan warung
bakso lainnya. Itu kan terserah penjual masing-masing, setelah mereka
mempertimbangkan berbagai faktor. Dan bukan hak kita untuk mengotak-atik
harga jual bakso di warung tersebut. Kalau tidak mau beli, ya tidak
masalah. Kalau mau beli, ya harganya sebesar itu. Simpel.
Hasil penjualan warung bakso itu menjadi hak penuh warung tersebut.
Sama seperti saat kita bekerja dan mendapat gaji. Adalah hak kita untuk
memanfaatkan gaji tersebut untuk apa saja. Tentu kita berharap bahwa
pemanfaatan dana tersebut sesuai dengan syariah, misalnya dengan
mengeluarkan zakat, infak dan shadaqahnya terlebih dahulu sebelum
dibelanjakan untuk hal lain.
Saya juga mendengar bahwa manajemen VSI sudah banyak melakukan
pembenahan dan bersiap-siap menjadi perusahaan sangat besar. Transaksi
per awal April sudah sangat lancar. Sedangkan transaksi itu adalah
core-business dari VSI.
Isu 2 : Masalah dua akad dalam satu transaksi, makelar atas makelar, dan cash back
Dalam Islam, Rasul dengan tegas melarang dua akad dalam satu kontrak.
Demikian pula dengan persoalan makelar atau samsarah, dimana “samsarah
‘alaa samsarah” itu tidak boleh. Buat yang masih bingung tentang
“samsarah ‘alaa samsarah”, silakan di-googling sendiri.
Sekarang mari kita lihat praktek VSI hari ini. Yang saya amati, VSI
yang sekarang telah memisahkan antara akad untuk pengguna atau user
dengan akad untuk mitra bisnisnya. Akad untuk user adalah akad jual beli
biasa, dimana seseorang membeli VPay untuk ia gunakan sendiri. Dalam
jual beli atau al-bai’, terjadi pertukaran antara uang dengan barang.
Barangnya, dalam hal ini aplikasi VPay, menjadi milik user, sedangkan
uangnya, menjadi milik perusahaan. Saya rasa ini clear.
Kemudian, buat mereka yang tertarik menjadi mitra bisnis VSI, harus
mengisi form lagi. Dengan kata lain, harus melakukan akad terpisah
sebagai agennya VSI, dan akan mendapatkan hak dan kewajiban sesuai
kesepakatan dan ketentuan yang berlaku. Jadi buat saya, bisnis VSI ini
jelas. Tidak ada dua akad dalam satu transaksi.
Bagaimana dengan bisnis para mitra dan kaitannya dengan “samsarah
‘alaa samsarah” dan skema ponzi? Sebelum masuk kedalam isu itu, ada
baiknya kita sepakati esensi dari suatu bisnis. Esensi bisnis adalah
menjual produk sebanyak-banyaknya kepada sebanyak-banyaknya konsumen.
Jadi dua hal yang penting, yaitu : jumlah produk yang terjual dan jumlah
pengguna yang memakai produk kita. Nah, para mitra ini harus memenuhi
dua target ini: pasarkan VSI kepada masyarakat seluas-luasnya, dan ajak
masyarakat untuk menggunakan aplikasi teknologi ini sesering-seringnya.
Ada target omset yang harus dipenuhi. Besarnya omset ini akan
mempengaruhi besarnya pendapatan yang akan dinikmati oleh para mitra.
Makin besar omset, ya pendapatannya makin besar. Masuk akal bukan?
Bagaimana cara mengajak masyarakat sebanyak-banyaknya? Ya ajak mereka
untuk menjadi pengguna (user) atau menjadi mitra bisnis. Kalau
masyarakat memilih jadi pengguna saja, maka ajak mereka untuk memakai
aplikasi VPay ini sesering-seringnya. Kalau mereka tertarik untuk ikutan
berbisnis, maka menjadi mitra bisnis adalah pilihan yang tepat. Jadi,
masalah “member get member” adalah dalam kerangka ini, yaitu mencari
pengguna atau mitra bisnis sebanyak-banyaknya. Ini sesuatu yang tidak
masalah dalam Islam.
Bagaimana dengan “samsarah ‘alaa samsarah”? Menurut saya, skema
bisnis VSI tidak mengarah pada “samsarah ‘alaa samsarah” (kita singkat
SAS biar mudah). SAS yang mengarah pada pendzoliman terjadi ketika A
merekrut B, B merekrut C, dan C merekrut D, sementara A menerima
bonus/komisi dari kerja B merekrut C dan C merekrut D, B menerima
bonus/komisi dari kerja C merekrut D, dan D tidak dapat apa-apa kecuali
ia merekrut E dan seterusnya. Tentu yang dizalimi adalah D dalam hal
ini. Dalam skema money game, selalu downline terbawah yang dizalimi.
Apakah VSI seperti itu?
Sekarang kita lihat, apa yang dilakukan VSI. Pertama, soal angka
penjualan software yang mencapai Rp 275 ribu, itu sah-sah saja
sebagaimana yang telah saya jelaskan di atas. Bahwa kemudian perusahaan
memberikan bonus kepada mitra yang berhasil menggaet seorang user atau
mitra bisnis baru, itu juga sah-sah saja secara syariah. Ini karena
status uang tersebut adalah milik perusahaan, sehingga perusahaan bebas
menggunakannya. Mau memberi bonus kepada si A, B C, dan D, atau tidak
memberi bonus sama sekali, itu hak perusahaan. Kalau anda punya uang,
maka anda bebas memanfaatkannya bukan?
Kedua, terkait dengan cash back. Dalam suatu transaksi, misal isi
pulsa, cash back-nya Rp 1800, dimana Rp 800 masuk ke perusahaan, dan
sisanya Rp 1000 diberikan kepada mereka yang menggunakan aplikasi ini.
Dalam contoh di atas, baik si A, B, C maupun D sama-sama menggunakan
jasa VPay. Dalam konsep ini, apakah downline yang paling bawah, yaitu si
D, dirugikan karena dari Rp 800 tersebut, perusahaan membagikannya
dalam bentuk bonus kepada si A, B, dan C? Jawabannya, tentu tidak.
Mengapa? Karena si D telah mendapatkan haknya, yaitu Rp 1000 sebagai
cash back dari transaksi yang dilakukannya. Adapun yang Rp 800, sekali
lagi itu adalah uang milik perusahaan, yang bebas digunakan oleh
perusahaan. Dalam hal ini, VSI memberikan “bagian” keuntungannya sebagai
stimulus kepada para mitra bisnisnya, dengan kriteria dan syarat
tertentu yang harus dipenuhi oleh mitra tersebut. Diantara kriterianya
adalah besarnya omset yang dihasilkan. Ingat ya, besarnya omset yang
dihasilkan.
Kezaliman baru muncul ketika hak si D yang Rp 1000 tersebut dikurangi
secara sengaja, atau diambil untuk membayar C, B dan A. Ketentuan cash
back Rp 1000 berlaku secara adil kepada A, B, C dan D. Kalau D lebih
sering memakai layanan VPay, maka boleh jadi ia mendapatkan cash back
yang lebih besar dari A, B dan C.
Jadi, skema “samsarah ‘alaa samsarah” tidak berlaku disini. Disinilah
pentingnya kejelasan akad yang dilakukan. Dan VSI telah secara jelas
menerapkan akad yang terpisah, baik dengan pengguna (user) maupun mitra
bisnisnya.
Kesimpulannya, secara syariah, menurut saya tidak ada pihak yang
dizalimi, sehingga tidak bertentangan dengan syariah. Skema bisnis VS
juga jelas-jelas bukan skema money game. Tidak ada pihak yang dirugikan.
Saya menduga, munculnya tudingan money game ini ketika melihat
marketing plan-nya VSI di awal-awal berdirinya VSI. Tapi kalau lihat
kondisi VSI hari ini, terlihat hal yang sangat jauh berbeda. Ini bisa
dilihat dari website resmi VSI, yaituwww.klikvsi.co.id, bukan dari
website-website lain yang mengatasnamakan VSI.
Gagasan aplikasi teknologi pembayaran ini menurut saya juga sangat
cemerlang. Apalagi saya mendengar informasi bahwa VSI juga akan
mengembangkan e-book dan e-training Ust Yusuf Mansur, serta berbagai
aplikasi lain ke depannya. Ini tentu misi besar yang harus kita dukung,
sehingga niat membeli kembali Indonesia yang selama ini digembar
gemborkan Ust Yusuf Mansur, bisa direalisasikan dengan baik.
Saya juga berharap semoga proses di DSN MUI bisa berjalan dengan
lebih cepat, supaya pihak-pihak yang menaruh perhatian pada VSI, tidak
menduga-duga lagi soal kesyariahan bisnis ini. Dan untuk VSI, memang
harus ada penyamaan SOP (standard of operating procedure) terkait dengan
pemasaran produk VPay ini, agar masyarakat bisa memahami hakekat bisnis
VSI ini dengan lebih baik, sehingga persepsi bahwa seolah-olah bisnis
ini mengandung unsur money game, bisa dikikis dan dihilangkan. Juga
kepada para mitra bisnis VSI, agar memahami konsep akad dan bisnis yang
dikembangkan VSI. Tujuannya, supaya tidak salah dalam menjelaskan
keunggulan produk VSI ini. Wallahu a’lam.
Dikutip dari : http://m.kompasiana.com/post/read/647700/1/tentang-vsi-apa-betul-bisnis-vsi-tidak-sesuai-syariah.html
Home »Unlabelled » Tentang VSI : Apa Betul Bisnis VSI Tidak Sesuai Syariah?